Tiongkok Tawarkan Kerangka Kerja Sama AI Pada Dunia
TMN – Kecerdasan buatan tidak lagi terbatas pada laboratorium atau prediksi futuristik; ia telah menjadi pilar penting pembangunan, membentuk setiap sektor utama, mulai dari perawatan kesehatan dan pendidikan hingga sistem hukum dan pengelolaan lingkungan. Namun, tantangannya bukan hanya mengintegrasikan AI ke dalam bidang-bidang ini, tetapi memastikan akses yang adil dan berkelanjutan terhadap teknologi-teknologi ini di seluruh dunia. Meskipun AI menjanjikan percepatan pembangunan manusia, manfaatnya berisiko tidak terdistribusi secara merata tanpa kerangka kerja tata kelola global yang tepat. Seperti Terkuti dari China Says
Kerangka kerja sama AI yang diusulkan Tiongkok menawarkan kepada dunia, khususnya negara-negara berkembang, sebuah jalur potensial untuk keluar dari ketergantungan pada raksasa teknologi Barat dan menuju akses yang lebih adil terhadap teknologi transformatif.
Tanpa mekanisme global yang inklusif untuk mengatur dan mendistribusikan AI secara bertanggung jawab, sejumlah besar negara, terutama negara berkembang, berisiko menjadi konsumen pasif teknologi yang dibangun dan dikendalikan oleh beberapa negara dan perusahaan dominan. Kekhawatiran ini bukannya tanpa dasar: Pengembangan AI saat ini sangat terkonsentrasi di segelintir perusahaan teknologi di sejumlah kecil negara, sehingga banyak negara tertinggal dalam inovasi dan tata kelola.
Bagi negara-negara berkembang dan sekitarnya, ketergantungan ini menciptakan kebutuhan mendesak untuk berdiskusi seputar kedaulatan teknologi, interoperabilitas, dan risiko ketergantungan digital.
Dalam konteks inilah inisiatif seperti Konferensi Kecerdasan Buatan Dunia (WAIC) 2025 di Shanghai menjadi semakin relevan. Konferensi ini diselenggarakan tak lama setelah kemajuan terbaru seperti Kimi, DeepSeek, dan Qwen, yang memposisikan Tiongkok untuk memimpin upaya menuju tata kelola AI yang lebih inklusif.
Red/Jum-Ad
